FULL INFO -
HARAM, MUSLIM MEMAKAI KATA TUHAN. Ketahuilah
Wahai Muslimin & Muslimah Jangan Ucapkan Kata TUHAN
Jangan Ucapkan Kata TUHAN Risalah ini Insya Alloh akan menjelaskan dari 2 pendapat tentang arti kata TUHAN yang sebenarnya, Silakan disimak dengan teliti.
Jangan Ucapkan Kata TUHAN
1. Pendapat Pertama
Berikut
adalah nukilan dari seorang ahli bahasa Indonesia Remy Sylado ketika
beliau mencari asal kata TUHAN dalam bahasa Indonesia.
Perkataan yang dimaksudkan adalah
Tuan dan Tuhan.
Pemakai
bahasa Indonesia semuanya mengerti bahwa perkataan tuan sifatnya
insani, dan perkataan tuhan sifatnya ilahi. Artinya, walaupun dalam kata
tuan diterangkan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan beberapa
catatan, antara lain: satu orang tempat mengabdi, Jangan Ucapkan Kata TUHAN dua yang memberi
pekerjaan, tiga orang laki-laki yang patut dihormati, tetap saja
dalamnya tidak mengandung pengertian ilahi.
Sebentar lagi kita
akan melihat perubahan ejaan dari Tuan ke Tuhan dalam kitab suci Nasrani
terjemahan Melayu dengan huruf Latin. Melalui itu dapat gerangan kita
simpulkan bahwa pencarian ejaan yang lebih aktual untuk sebutan khusus
bagi Isa Almasih dalam terjemahan bahasa Melayu beraksara Latin-yang
bersumber dari injil asli bahasa Yunani untuk perkataan Kyrios-menjadi
Tuhan dan sebelumnya Tuan, Jangan Ucapkan Kata TUHAN serta-merta telah melahirkan juga eksegesis
yang jamak. Sebelum kita memeriksa bukti itu dengan membuka berbagai
versi terjemahan kitab suci Nasrani tersebut-semuanya masih tersimpan
dengan rapi di perpustakaan Lembaga Alkitab Indonesia, yang sebagian
fotokopinya kami sertakan di sini-patutlah terlebih dulu kita melihat
juga bagaimana orang Nasrani sekarang mencatat perkataan Tuhan dalam
kamus-kamusnya tentang gereja.
Agaknya buku pertama yang memberi
keterangan tentang Tuhan dengan cara yang mungkin mengejutkan awam
adalah Ensiklopedi Populer Gereja oleh Adolf Heuken SJ. Keterangannya di
situ, Tuhan, “arti kata ‘Tuhan’ ada hubungannya dengan kata Melayu
‘tuan’ yang berarti atasan/penguasa/pemilik.” Ensiklopedia yang hanya
satu jilid ini pertama terbit pada tahun 1976. Keterangan tersebut masih
kita baca lagi dalam ensiklopedianya yang lebih paripurna, terdiri dari
lima jilid, terbit pada tahun 1991, yaitu Ensiklopedi Gereja.
Melihat
keterangan itu, dan melihat pula pemakaian kata Tuhan merupakan sesuatu
yang mudasir dalam agama Kristen, maka boleh dibilang hal itu
sepenuhnya merupakan masalah teologi Kristen. Sesuai data yang kita
punyai, istilah Tuhan yang berasal dari kata Tuan, pertama hadir dalam
peta kepustakaan Melayu beraksara Latin lewat terjemahan kitabsuci
Nasrani tersebut. Perkataan ini dimaksudkan untuk mewakili sifat-sifat
omnipresensi atas kata bahasa Yunani, Kyrios, dengan kaitannya pada
tradisi Ibrani untuk kata Adon, Adonai, dengan aktualitas sebagai raja
dalam kata Yahweh. Maka, memang akan membingungkan, jika orang membaca
kitabsuci Nasrani terjemahan Indonesia. Dalam kitab pertama, Perjanjian
Lama yang aslinya berbahasa Ibrani, untuk kata-kata Adonai dan Yahweh
semua diterjemahkan menjadi Tuhan, sementara dalam kitab kedua,
Perjanjian Baru, untuk kata Kyrios juga diterjemahkan menjadi Tuhan.
Dalam
kitab suci Nasrani bahasa Melayu beraksara Latin terjemahan Brouwerius
yang muncul pada tahun 1668, untuk kata yang dalam bahasa Yunaninya,
Kyrios, dan sebutan ini diperuntukkan bagi Isa Almasih, diterjemahkannya
menjadi tuan. Coba kita periksa itu dalam buku kelima Perjanjian Baru,
dari bagian surat injil Paulus kepada umat di Roma. Kita baca bagian
1:1-4, yaitu, “Paulo Jesu Christo pounja hamba, Apostolo bapangil,
bertsjerei pada Deos pounja Evangelio, (Nang dia daulou souda djandji
derri Nabbi Nabbinja, dalam Sagrada Scriptoura). Derri Annanja lacki
lacki (jang souda berjadi derri bidji David dalam daging: Jang dengan
coassa souda caliatan jang Annac Deos, dalam Spirito yang bersaksiakan
carna bangon derri matti) artinya Jesu Christon Tuan cami.”
Berhubung
terjemahan Brouwerius ini dianggap sulit, antara lain banyaknya serapan
kata bahasa Portugis, dan karenanya hanya mudah dipakai di kalangan
komunitas bekas-bekas budak Portugis, para Mardijker, maka timbul
gagasan orang-orang saleh di antara bedebah-bedebah VOC untuk
menerjemahkan kembali seluruh bagian Alkitab: Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru dengan bahasa Melayu yang benar-benar bagus. Tugas itu
diserahkan kepada Melchior Leijdecker, pendeta tentara yang berlatar
pendidikan kedokteran.
Melalui terjemahan Leijdecker-lah kita
menemukan perubahan harafiah dari Tuan menjadi Tuhan. Dalam kitab
terjemahannya ini,
Jangan Ucapkan Kata TUHAN ‘Elkitab, ija itu segala suat Perdjandjian Lama dan
Baharuw atas titah Segala Tuawan Pemarentah Kompanija, pada perikop yang
sama dengan terjemahan Brouwerius di atas, teksnya adalah, “Pawlus
sa
’awrang hamba ‘Isaj ‘Elmeseih, Rasul jang terdoa, jang tasakuw akan
memberita Indjil Allah, (Jang dihulu telah dedjandjinja awleh Nabijnja,
didalam Suratan yang khudus). Akan Anaknja laki (jang sudah djadi deri
beneh Daud atas perij daging: Jang telah detantukan Anakh Allah dengan
kawasa atas perij Rohu-’Itakhdis, deri pada kabangkitan deri antara
awrang mati,) janij ‘Isaj Elmeseih Tuhan
kamij.”
Jelas, yang
tadinya oleh Brouwerius diterjemahkan Tuan-sama dengan bahasa Portugis
Senhor, Perancis Seigneur, Inggris Lord, Belanda Heere-melalui
Leijdecker berubah menjadi Tuhan. Nanti pada abad-abad berikut,
sepanjang 200 tahun, penerjemah Alkitab bahasa Melayu melanjutkan
penemuan Leijdecker tersebut. Kini kata Tuhan yang mula-mula ditemukan
Leijdecker untuk mewakili dua pengertian pelik insani & ilahi dalam
teologi Kristen atas sosok Isa Almasih-masalah rumit yang memang telah
menyebabkan gereja bertikai dan setelah itu melahirkan kredo-kredo:
Nicea, Constantinopel, Chalcedon-akhirnya menjadi lema khas dalam bahasa
Indonesia.
Apa yang dilakukan Leijdecker, mengapa
Tuan menjadi
Tuhan, merupakan masalah khas bahasa Indonesia. Hadirnya huruf ‘h’ dalam
beberapa kata bahasa Indonesia, seperti ‘asut’ menjadi ‘hasut’, ‘utang’
menjadi ‘hutang’, ‘empas’ menjadi ‘hempas’, ‘silakan’ menjadi
‘silahkan’, agaknya seiring dengan kasus nominatif dan singularis dalam
tatabahasa Sansekerta ke Kawi dan Jawa. Misalnya tertulis ‘hana’ dibaca
‘ono’, ‘hapa’ dibaca ‘opo’. Di samping itu gagasan Leijdecker mengeja
Tuhan untuk mengiring lafaz palatal ‘n’ dengan tepat. Banyak orang yang
baru belajar Melayu, bekas budak Portugis asal Goa, terpengaruh
Portugis, melafaz ‘n’ menjadi ‘ng’. Juga di Ambon, di pusat tujuan
bangsa-bangsa Barat untuk memperoleh rempah-rempah, Tuan dibaca Tuang.
Bahkan setelah Leijdecker mengeja Tuhan pun, orang Ambon tetap
membacanya Tuang, sampai sekarang. Maka, di Ambon Tuang Ala berarti
Tuhan Allah. Selain itu orang Kristen Ambon menyebut Allah Bapa sebagai
Tete Manis, harafiahnya berarti ‘kakek yang baik’.
Leijdecker
sendiri banyak melakukan kerancuan transliterasi atas kata-kata Melayu
dari aksara Arab gundul ke Latin. Melalui contoh acuan perikop di atas,
terlihat jelas, bahwa ia tidak mengetahui ketentuan menulis kata-kata
Melayu dalam aksara Arab gundul. Umpamanya, agar ‘w’ dan ‘y’ berbunyi
‘o’ dan ‘i’ di depannya harus dipasang alif. Contohnya ‘orang’ adalah
(), ‘oleh’ adalah (), ‘itu’ adalah ().
baca juga :
mengapa matahari di atas kiblat ?
Sudah tentu terjemahan
Leijdecker itu tidak mudah dipahami oleh pembaca awam. Karenanya, di
abad berikut, di zaman penjajahan Inggris, timbul gagasan untuk merevisi
terjemahan Leijdecker tersebut. Robert Hutchings, pastor gereja
Anglikan, menghitung sekitar 10.000 kata yang diacu Leijdecker itu tidak
tersua dalam kamus Melayu karya William Marsden yang standar baru itu.
Terjemahan revisi ini terbit pada tahun 1817, dicetak di Serampura,
India.
Sebelum itu, dua tahun setelah Gubernur Jenderal Inggris
Raffles, menggantikan kedudukan Gubernur Jenderal Belanda Janssens,
telah datang seorang zending dari lembaga London Missionary Society,
yaitu William Milne, ke Malaka menemui Abdullah bin Abdulkadir Munsyi,
meminta bantuannya untuk merevisi terjemahan Leijdecker. Lalu, bersama
Claudius Thomsen, mereka mengerjakan revisi atas terjemahan Leijdecker
tersebut. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi merasa ganjil khususnya pada
sebutan ‘bapa’ kepada Allah, dan ‘anak Allah’ kepada Isa Almasih.
Memang, perkataan itu dipahami pihak Nasrani sebagai acuan teologis,
bukan antropologis, untuk mengaktualkan hakikat masyiah dari leluri
Ibrani, yang berkonteks diurapi dan bangkit dari kematian.
Jangan Ucapkan Kata TUHAN
Setelah
itu masih dilakukan lagi revisi-revisi terjemahan Melayu atas kitabsuci
Nasrani tersebut oleh pihak zending Inggris. Yang berikut dipimpin oleh
Benjamin Keasberry, dan karyanya itu dibantu pula oleh Abdullah bin
Abdulkadir Munsyi. Revisi terjemahan ini terbit pada tahun 1852, dicetak
di Singapura.
Namun, di antara sekian banyak revisi yang
dikerjakan sepanjang abad ke-19 sampai abad ke-20, bahkan sampai bahasa
Melayu menjadi bahasa kebangsaan Indonesia, terlihat dengan jelas, bahwa
lema yang digagas Leijdecker untuk menyebut Isa Almasih adalah Tuhan,
namun kini telah terus terpakai. Penyusun kamus di abad ke-19 pun
membakukannya sebagai lema tersendiri di luar Tuan.
Terjemahan
kitabsuci Nasrani yang dianggap tertib bahasa Melayunya adalah yang
dikerjakan Klinkert. Ia membakukan Tuhan dalam kitab terjemahan itu
menurut pengertian yang sama dengan bahasa sekarang. Klinkert menulis
dua versi, yaitu edisi Melayu rendah, Wasijat Yang Baroe, terbit pada
tahun 1875; dan edisi Melayu tinggi, Kitaboe’lkoedoes, terbit pada tahun
1879. Versi yang kedua ini merupakan kitab yang paling populer di
Minahasa. Di Minahasalah tempat lahirnya gereja protestan yang
berorientasi kebangsaan, lima tahun setelah Sumpah pemuda, yaitu KGPM.
-Selesai kutipan-
Narasumber: Remy Sylado ahli bahasa Indonesia yang berasal dari Makassar
URL source:
http://www.perisai.net/artikel/dari_man ... kata_tuhan
http://clubbing.kapanlagi.com/showthread.php?t=8106
http://smystery.wordpress.com/2008/07/2 ... ata-tuhan/
Sumber :
http://jalanibrahim.wordpress.com/2011/ ... indonesia/
http://murtadinkafirun.forumotion.net/t ... -indonesia
2. Pendapat Kedua
kata
Tuhan berasal dari kata bahasa Sansekerta yang diserap dari bahasa Jawa
Kuno yaitu Tuh Hyang. Tuh = Tuan, Hyang = dewa, jadi Tuh Hyang = Tuan
segala dewa atau kepala para dewa, begitu juga asal kata sembahyang, ini
berasal dari kata “Sembah Hyang” atau menyembah sang Dewa (referensi
google.com) 4. dari asal kata (sangsekerta) TU =
Kepala dan HAN =
Dewa. Tuhan itu dari kata Tuh dan Hyang bahasa Sangsekerta. Cocok dengan
literature asal kata tuan yang dari kata Tuh, bahasa Sangsekerta.
Dipadukan dgn Hyang yang artinya dewa, jadi Tuan segala dewa. (referensi
google.com) Sebuah tulisan di internet patut direnungkan:
http://hanyandi.blogdetik.com/2010/0…-
di-nusantara/ Asal-usul Agama dan Tuhan di Nusantara Posted by hanyandi
on March 30, 2010 Berikut keterangan ahli SENO ADININGRAT yang
disampaikan dalam sidang di MK, pada waktu dulu: “Yang pertama bahwa
sebenarnya menurut hasil penelitian dari para ahli. Saya mencoba mengacu
pada Pr. Dr. Purbocaroko dan Prof. Mr. Muhammad Yamin. Kemudian Prof.
Purbocaroko mencatat bahwa sebelum kedatangan agama Hindu dan Budha,
bangsa kita sudah memiliki keyakinan mengenai Tuhan Yang Maha Esa dan
menyembahnya menurut tata cara nya sendiri. Salah satu sebutan untuk
Tuhan dalam bahasa pra Hindu yang jelas itu berakar dari bahasa rumpun
Nusantara adalah kata “ziang ”. Dari kata ini muncul kata sembahyang
yaitu menyembah “ziang ” yaitu menyembah Tuhan. Dan salah satu prasasti
dari Kedukan Bukit abad ketujuh di Sriwijaya itu jelas-jelas mengatakan
Dapunta Hyang pendiri Kerajaan Sriwijaya itu dikatakan bahwa mereka
melakukan ngalap berkah atau Widyasra yang jelas-jelas itu menunjukkan
bahwa sebelum kedatangan agama-agama India, Arab, Barat itu sudah ada
kearifan lokal yang percaya pada eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Jadi
intinya kata Tuhan berasal dari sansekerta yang diserap dari jawa kuno
yang berarti Kepala Dewa, Kemudian ada juga yang mengartikan Kepala Dewa
dengan arti : Kepala (sebuah kepala lengkap dengan atribute muka). Dewa
(yang menurut suatu kepercayaan adalah sesuatu yg ada diatas sana)
Lalu jika kita telaah arti Tuhan secara bahasa sansekerta tadi mempunyai arti bahwa Kepala Dewa bisa dijabarkan seperti ini :
Kepala
: Sebuah profesi yang tingkatannya diatasnya dewa. Jadi dewa masih ada
yang memimpin. sedangkan dewa sendiri adalah bawahannya.
Dewa : mempunyai makna wakil dari kepala dewa tersebut.
Demikianlah
informasi yang telah penulis sampaikan, Jadi kedua pendapat diatas yang
mendekati kebenaran atau pendapat yang kuat adalah pendapat yang kedua.
Karna pendapat kedua ini sudah lama sekali mengenal atau memakai kata
TUH HYANG (yang sekarang disebut TUHAN) yang kemudian teradobsi oleh
masyarakat Hindu dan Budha yang pada saat itu Islam belum masuk ke
Indonesia. Jadi seorang Muslim dan Muslimah janganlah sekali-sekali
menyebut kata TUHAN didalam Du’a (Do’a) atau pujian-pujian kepada
Robbuna Jalla Wa ‘Aalaa,dll yang berhubungan dengan Diinul Islam didalam
kehidupan kita sehari-hari. Berhati-hatilah terhadap bahasa yang akan
kita pakai yang berhubungan dengan Diinul Islam. Kecuali bahasa ‘Arob
yang sudah Alloh Jalla Wa ‘Aalaa pilih atau ridhoi untuk hambanya.
http://cyberwap.net/blog/view.php?id=110354
Terima Kasih atas Perhatiannya
Informasi Tambahan
HARAM, MUSLIM MEMAKAI KATA TUHAN
Selanjutnya
ada juga yang perlu kita bahas dari penulis ini yang berkaitan dengan
perkara yang menyangkut tentang Tuhan. Jadi ada sebuah kalimat yang
mungkin sering kita ucapkan diantaranya Alloh Maha Kuasa,Maha Esa,Maha
Mulia,dll. Lalu dalam pembahasan ini yang mesti kita bahas adalah kata
MAHA. Jadi ada yang harus kita teliti lagi dari kata MAHA tersebut,
Telah diketahui bahwa kata MAHA sudah dimiliki oleh keyakinan agama
Hindu. Jadi kata MAHA didalam keyakinan Hindu akan kita dapati didalam
Sifat-Sifat Tuhan agama Hindu. Berikut ini akan dijelaskan tentang
Sifat-Sifat Tuhan agama Hindu :
Di dalam kitab Wrhaspatitattwa
terdapat keterangan tentang sifat- sifat Tuhan agama Hindu yang disebut
Asta Sakti atau Astaiswarya yang artinya delapan sifat kemahakuasaan
Tuhan.
1. “Hana Anima ngaranya”, Kesaktian Tuhan yang disebut Anima
“Anu” yang berarti “atom”. Anima dari Astaiswarya, ialah sifat yang
halus bagaikan kehalusan atom yang dimiliki oleh Sang Hyang Widhi Wasa.
2.
“hana Laghima ngaranya”, Kesaktian Tuhan yang disebut Laghima Laghima
berasal dari kata “Laghu” yang artinya ringan. Laghima berarti sifat-
Nya yang amat ringan lebih ringan dari ether.
3. ”hana Mahima
ngaranya”, Kesaktian Tuhan yang disebut Mahima, Mahima berasal dari kata
“Maha” yang berarti Maha Besar, di sini berarti Sang Hyang Widhi Wasa
meliputi semua tempat. Tidak ada tempat yang kosong (hampa) bagi- Nya,
semua ruang angkasa dipenuhi.
4. “hana Prapti ngaranya”, Kesaktian
Tuhan yang disebut Prapti Prapti berasal dari “Prapta” yang artinya
tercapai. Prapti berarti segala tempat tercapai oleh- Nya, ke mana Ia
hendak pergi di sana Ia telah ada.
5. “hana Prakamya ngaranya”,
Kesaktian Tuhan yang disebut Prakamya Prakamya berasal dari kata “Pra
Kama” berarti segala kehendak- Nya selalu terlaksana atau terjadi.
6.
“hana Isitwa ngaranya”, Kesaktian Tuhan yang disebut Isitwa Isitwa
berasal dari kata “Isa” yang berarti raja, Isitwa berarti merajai
segala- galanya, dalam segala hal paling utama.
7. “hana Wasitwa
ngaranya”, Kesaktian Tuhan yang disebut Wasitwa Wasitwa berasal dari
kata “Wasa” yang berarti menguasai dan mengatasi. Wasitwa artinya paling
berkuasa.
8. “hana Yatrakamawasayitwa ngaranya”, Kesaktian Tuhan
yang disebut Yatrakamawasayitwa Yatrakamawasayitwa berarti tidak ada
yang dapat menentang kehendak dan kodrat- Nya.
http://www.hukumhindu.com/2011/06/panca-sradha/
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-brahman.htm/
Kepada
para pembaca, perlu diperhatikan bahwa dikeyakinan agama Hindu telah
memiliki atau di hak patenkan kata MAHA tersebut. Sedangkan kata MAHA
bukanlah berasal dari agama Hindu atau pun Budha, Lalu berasal darimana?
Yang jelas berasal dari zaman sebelum Hindu dan Budha. Lantas siapa
yang mencetuskan kata MAHA? Yang jelas seseorang yang hidup pada zaman
sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Indonesia. Dan kata MAHA itu pun
kini sudah menjadi pembendaharaan kata dalam agama Hindu atau Budha.
Wahai kaum Muslimiin dan Muslimaat, kita tidak tau siapa yang
mencetuskan kata MAHA dan apa agamanya yang mencetuskan kata MAHA
tersebut.
Wahai saudara seiman gunakanlah bahasa Diinul Islam
di-keseharian dalam hidup kita yaitu bahasa ‘Arab, jika tidak bisa
belajarlah. Kemudian pergunakanlah bahasa Indonesia jika lawan bicara
antum hanya bisa berbahasa Indonesia. Mulailah saat ini bangga terhadap
bahasa Diin(agama) sendiri yang sudah terjaga dan aman lagi ni’mat,yaitu
bahasa yang terbaik yang sebagaimana firman Alloh Ta’Aalaa:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” {QS.Yusuf:2}
Ibnu
katsir berkata ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2 di atas: “Yang
demikian itu (bahwa Al -Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena
bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya
lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang
paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada rosul yang paling mulia
(yaitu: Rosulullooh), dengan bahasa yang termulia (yaitu Bahasa Arab),
melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril),
ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang paling mulia diatas
muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang
paling mulia (yaitu Romadhoon), sehingga Al-Qur an menjadi sempurna dari
segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir surat Yusuf).
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah Berkata: “Sesungguhnya ketika Alloh menurunkan
kitab-Nya dan menjadikan Rosuul-Nya sebagai penyampai risalah (Al-Kitab)
dan Al-Hikmah (As-sunnah), serta menjadikan generasi awal agama ini
berkomunikasi dengan bahasa Arab, maka tidak ada jalan lain dalam
memahami dan mengetahui ajaran Islam kecuali dengan bahasa Arab. Oleh
karena itu ‘Umar Ibnul Khothoob RodhiyAllohu’anhu mengatakan yang
diantaranya adalah: memahami bahasa Arab merupakan bagian dari
Diin(agama) kita. Keterbiasaan berkomunikasi dengan bahasa Arab
mempermudah kaum muslimin memahami Diin(agama) Alloh dan menegakkan
syi’ar-syi’ar agama ini, serta memudahkan dalam mencontoh generasi awal
dari kaum Muhajirin dan Anshar dalam keseluruhan perkara mereka.”
(Iqtidho Shirotil Mustaqim).
HARAM, MUSLIM MEMAKAI KATA TUHAN
Catatan Kaki:
Penulis khawatir
sekali. Apakah mungkin masih ada lagi kata-kata yang kita tidak tau arti
sebenar-benarnya.Bisa saja dalam percakapan kita sehari-hari ternyata
percakapan itu mengandung arti yang sudah menyimpang jauh dari apa-apa
yang kita maksudkan atau kita inginkan dalam pembicaraan kita.
WAllohu’Alam, Berdu’alah kepada Allohu Robbuna Jalla Wa ‘Aalaa agar
selalu dalam perlindungan-Nya.Allohumma Aamiin
sumber
Baca Juga Artikel lainnya :
Trending-Topik
Title :
HARAM, MUSLIM MEMAKAI KATA TUHAN
Label:
Ramadhan
Posted by :
saifulrifai
Published :
2013-07-24T04:47:00+08:00
Rating : 5 Reviewer : 1000+ Reviews
TOLONG BERITAHU ADMIN JIKA ADA LINK MATI LEWAT KOLOM KOMENTAR